Valentcia Anggraeni, itulah namaku.
Aku seorang siswi kelas X sekolah menengah atas di SMA Stella Duce 1
Yogyakarta. Aku hidup dalam keluarga yang sederhana. Di sekolah, aku termasuk
siswa yang berprestasi dalam bidang akademik, sehingga aku seringkali mendapat
beasiswa, dan sekarang pun aku masih mendapatkannya.
Ayahku bernama Laurentius dan ibuku
bernama Laurentcia. Memang kebetulan nama mereka mirip. Ayah ku sudah meninggal
sejak aku berumur 5 tahun. Ibuku seorang guru yang mengajar di SMA Kollese De
Brito. Beliau menjadi guru sejak tahun 1982. Ibuku memunyai penyakit kanker
hati sejak aku kelas 5 sekolah dasar. Aku juga memunyai dua sahabat baik, Alen
dan Laurentius. Yap, satu lagi nama
yang sama.
Seminggu lagi tanggal 14 Februari,
perasaanku yaa sangat senang, karena
itu adalah hari ulang tahunku. Tepat,
aku lahir tepat dengan peringatan St. Valentine, yang dianggap orang sekarang
sebagai hari kasih sayang.
“Bu, aku berangkat dulu ya,” sembari mencium tangannya. Begitulah kebiasaanku
sejak kecil. “Iya, hati-hati. Belajar yang rajin, jangan suka ngobrol di kelas.” “Iya bu.” Hari ini
sangat cerah, seperti biasa aku ke sekolah menggunakan angkutan umum. “Hai,
Valent. Pagi.” Sapa Laurent. “Pagi, Ren.” Kami memang selalu berangkat sekolah
bersama menggunakan angkutan umum. Kamis. Yaa, hari ini ada pelajaran
kesukaanku. Dan aku pun jadi tambah semangat.
****
Teeettt......teeetttt......teeetttttt...........
Bel pulang pun berbunyi. Terlihat para siswa berhamburaan keluar kelas. “Valent,
hari minggu belajar di tempat mu ya!” kata Alen. “Hari senin kan mau ulangan.
Laurent juga tadi udah aku bilangin, dia setuju. Ayolahh, nilaiku
mulai turun lagi.” Lanjutnya dengan nada memelas. “Iya iya. Salah mu sendiri,
main terus. Turun deh nilaimu.” Jawabku sambil mengejeknya.
****
Malam ini malam minggu, seperti biasa aku menggunakan sebagian waktuku
ini untuk istirahat. “Valent, makan dulu
sayang.” “Iya, Bu.” Ibu selalu begitu, kami selalu makan malam bersama.
“Bu, besok Alen sama Laurent mau ke rumah, mau belajar bareng. Hari senin ada
ulangan matematika.” Kataku usai makan malam. “Yasudah, tapi kamu tetap harus
ke Gereja dulu lho.” “Iya, Bu, pasti. Alent dan Laurent kan juga mesti ke gereja dulu. Hehe.”
Aku keluar untuk menikmati pemandangan malam yang indah dan sunyi sambil
menyetel lagu-lagu slow kesukaanku. Di tengah kesunyian saat ini, aku
memandangi bintang-bintang di langit, kemudian terlintas lagi kenangan ketika
keluargaku masih utuh, dan juga ibu masih sehat. Pasti aku akan lebih senang dan
bahagia jika ayah masih di sini.
Tak terasa air mata mulai mengalir di pipiku. Cepat-cepat aku
mengusapnya. Dan terdengar lagu detik terakhir dari Lyla. Ah, itu bunyi Hp ku.
Sms dari Alen.
Valent, besok jangan lupa siapin makanan
yang banyak ya.. hehe..
Dia selau begini.
Heh.. kamu mau belajar apa mau makan?
Iya iya,, bercanda lho, Val.. J Besok jangan lupa.. Oke (y)..
Iya
Kloonnteenggg..........................
Aku kaget dan cepat cepat lari ke dapur. “Ibuuu....” Aku melihat Ibuku
sudah tergeletak di lantai. Aku mencoba mengangkat Ibuku dan memindahkannya ke
kursi panjang di ruang tengah, kemudian meminta tolong tetanggaku untuk membawa
ibu ke rumah sakit.
Sampai di Rumah Sakit, ibu langsung dibawa ke ruang UGD.
Dokter keluar dari ruang UGD dan
aku langsung menghampirinya dan mengikuti beliau ke ruangannya. “Penyakit Ibumu
semakin parah. Kita tidak ada yang tahu, doakan saja supaya Tuhan memberi
mukjizat pada Ibumu sehingga Ia bisa bertahan hidup.” “Amin. Iya, Dok. Terima
kasih.” “Iya, Valent. Sama-sama”
Ibu sudah dipindahkan ke ruang rawat inap. Aku masuk ke ruangan itu, dan
melihat ibu sedang tertidur. Di ruang itu ada sofa dan meja. Aku menarik laci
di meja tersebut dan mengambil kertas serta pena.
Ibu, aku sayang
padamu. Aku tak tahu apa yang akan terjadi bila tak ada engkau. Aku ingin
berterima kasih padamu, engkau telah merawatku sejak aku kecil. Jika aku diberi
kesempatan oleh Tuhan untuk memohon satu permintaan. Aku ingin Ibu tetap
bersamaku. Ibu, jangan tinggalkan aku. Aku tak ingin sendiri. Apa yang harus
kulakukan jika tak ada dirimu. Tapi, jika Tuhan berkehendak lain, aku juga tak
bisa berbuat apa-apa. Yang tinggal kini hanya harapan. Aku hanya dapat
mendoakanmu tenang di sisinya. Aku juga tak ingin engkau semakin menderita.
Satu hal yang aku tahu, aku mencintaimu dan engakupun mencintaiku. Aku tak tahu
apa yang akan ku ucapkan lagi. Ibu aku sayang padamu..
Ya ampun, aku cengeng sekali. Lagi-lagi air mata menetes. Cepat-cepat aku
mengusapnya.
“Valent,” kakta ibu lirih. “Iya, Bu.” “Besok kalau memang mau belajar
bersama, jangan di batalkan ya.” “Hmm, iya, Bu. Lalu Ibu nggak apa-apa bila ku tinggal sendiri?” Kataku. “Iya nak, gak
apa-apa kok.” Kata ibu sambil tersenyum.
****
Hari minggu setelah pulang dari gereja, pukul 11.15 WIB. Alen dan Laurent
tiba di rumahku. “Lho, Valent. Ibu mu mana?” tanya Laurent. “Ibu masuk Rumah
Sakit lagi,” Jawabku. “Emm, sabar ya Valent. Jangan lupa berdoa, kita juga
bantu doa kok.” Kata Alen. “Iya, temen-temen. Makasih ya.”
****
Kamis, 14 Februari. Aku senang sekali hari ini, selain karena hari ini
ulang tahunku, ibuku juga pulang dari Rumah Sakit. Dan keadaan beliau pun
semakin membaik. Sungguh kado terindah
dari Tuhan. Alen dan Laurent pun memberiku kado. Alen memberiku rosario dan
Laurent memberiku kitab suci kecil serta bunga plastik berbentuk mawar berwarna
merah yang aku sukai. Mereka sungguh teman-teman terbaik yang ku miliki. Semua
orang disekelilingku adalah kado terindah yang diberi Tuhan untukku. Aku sangat
bersyukur dan berterima kasih sekali pada-Mu, Tuhan.
Malam ini aku tidur lebih awal. Aku tak tahu kalau Ibuku masuk ke
kamarku, dan tak sengaja Ia membaca surat pendek yang ku tulis saat ia di rumah
sakit. Aku dalam keadaan setengah sadar, kemudian berpaling ke hadapannya, dan
pura-pura sudah tertidur. Aku lihat beliau membacanya dan perlahan, air matanya
menetes.
Dan dalam hati, aku berteriak sekencang-kencangnya.. “IBUU, AKU SAYANG
PADAMU”
TAMAT
Tidak ada komentar:
Posting Komentar